MANAJEMEN
PERDAGANGAN RITEL
Sumber daya & Produk Line
Lini produk adalah
serangkaian produk dan jasa yang berhubungan yang ditawarkan oleh sebuah
perusahaan. Lini produk cenderung berkembang sepanjang waktu, saat perusahaan
menyadari kebutuhan konsumen yang lain. Sumber dan produk line sebagai pedoman
umum bisa dikatakan, bahwa perusahaan besar sebaiknya mempunyai product line
yang relatif lengkap. Sedang perusahaan sedang dan kecil, sebaiknya mempunyai
suatu limited product line. Alasannya, seperti sudah diketahui, adalah sumber
daya yang terbatas untuk perusahaan kecil. Dengan suatu limited product line,
maka akan lebih terjadi konsentrasi/fokus sehingga peluang berhasil juga akan
lebih tinggi. Titik optimal itu terdiri dari berapa produk? Jawaban yang pasti
dan eksakta tentu tidak ada, karena semua perusahaan punya karakteristik
industri yang berbeda beda. Namun titik optimal itu terdiri dari 3-5 produk,
atau belasan, atau mungkin bahkan puluhan, dipengaruhi oleh beberapa faktor
utama yaitu:
1. Sumber
daya keuangan perusahaan. Seberapa jauh kita bisa membiayai laju pertumbuhan perusahaan
kita sendiri.
2. Tentu
keadaan persaingan. Makin ketat persaingan, product line-nya harus makin
terbatas.
3. Kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih differentiated (unik), atau
lebih baik.
2.
Pemberdayaan Perdagangan Ritel
Adanya kekurangan pada
bargaining power dalam menghadapi supplier-nya maka terdapat tantangan dalam
persaingan global yang menuntut keberadaan UKMK dalam bidang Ritel yang sehat,
berdaya saing, dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable). Dipandang
perlu pula adanya upaya-upaya serius untuk melindungi kehidupan berbisnis UKMK
Bidang Ritel dari tantangan persaingan peritel global. Adalah merupakan suatu
urgensi bagi peningkatan kapasitas UKMK menjadi tempat belanja alternatif
(ritel modern) yang mampu bersaing dengan peritel dari jaringan konglomerasi
dengan mengangkatnya dari kondisi marjinal akibat tekanan persaingan. Dengan
kata lain, adalah saatnya untuk memulai gerakan pemberdayaan UKMK Bidang Ritel
ini melalui sosialisasi praktek perdagangan ritel modern yang berkeadilan,
dengan kepemilikan usaha yang diperluas, memiliki multi-peran sebagai Agen
Pemberdayaan bagi Masyarakat Pebisnis Ritel dan Pemasoknya yang berskala UKMK
disamping tujuannya mendapatkan keuntungan usaha, dan memiliki komitmen bagi
pembelajaran masyarakat sehingga mampu membangkitkan jiwa kewirausahaan.
Dari sisi kelembagaan,
perbedaan karakteristik pengelolaan pasar modern danpasar tradisional nampak
dari lembaga pengelolanya. Pada pasar tradisional, kelembagaan pengelola
umumnya ditangani oleh Dinas Pasar yang merupakanbagian dari sistem birokrasi.
Sementara pasar modern, umumnya dikelola oleh profesional dengan pendekatan
bisnis. Selain itu, sistem pengelolaan pasar tradisional umumnya
terdesentralisasi dimana setiap pedagang mengatursistem bisnisnya
masing-masing. Sedangkan pada pasar modern, sistempengelolaan lebih terpusat yang
memungkinkan pengelola induk dapat mengaturstandar pengelolaan bisnisnya. Dari
aspek kebijakan, dapat dijelaskan bahwapemerintah telah mengeluarkan
kebijakan-kebijakan tentang penataan perpasaran.
3.
Keunggulan Ritel
Ritel memiliki
kelebihan-kelebihan seperti lokasi yang strategis, ruang belanja yang lebih
luas, bersih dan menarik, serta harga produk yang lebih rendah, telah menyedot
para pelanggan warung-warung tradisional. Studi oleh AC Nielsen (2005) mencatat
bahwa ratio keinginan masyarakat berbelanja di pasar tradisional cenderung
turun, dari 65% di tahun 1999 menjadi 53% pada tahun 2004. Sebaliknya, untuk
kasus pasar modern ratio tersebut meningkat dari 35% di tahun 1999 menjadi 47%
pada tahun 2004. Tidak mengherankan apabila omzet para pedagang tradisional
semakin menurun. Sebaliknya omzet ritel modern terus mengalami peningkatan.
Data dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia-Aprindo (2006) memperlihatkan pada
tahun 2005 omzet ritel modern di Indonesia telah mencapai Rp 140 triliun.
Ritel di Indonesia
memang memberikan beberapa manfaat, namun keberadaannya juga menuai banyak
persoalan. Pertama, keberadaan ritel modern terbukti mematikan warung-warung
tradisional terutama terkait dengan trend pergeseran kebiasaan konsumen di
atas. Data dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menunjukkan
jumlah pedagang pasar tradisional di wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan
dari 96.000 orang menjadi 76.000 pedagang. APPSI juga menyebutkan bahwa sekitar
400 toko di pasar tradisional tutup setiap tahunnya.
Selain itu, ritel modern juga tidak
berkontribusi pada perkembangan, bahkan justru mematikan pemasok-pemasok kecil
lokal, terutama UKM. Awalnya, pemerintah berharap UKM dapat memperoleh peran
sebagai pemasok dalam ritel modern. Jumlah UKM yang menjadi pemasok ritel
modern memang mencapai 67% dari total keseluruhan jumlah pemasok, namun produk
yang disuplai oleh UKM hanyalah 10% dari total barang yang dijual di suatu
ritel modern. Hal ini terjadi karena syarat perdagangan yang ditawarkan oleh
ritel modern terlalu berat untuk dipenuhi UKM. Salah satu persyaratan yang
sangat memberatkan UKM adalah listing fee.
4.
Kebijakan Harga dalam Perdagangan Ritel
Kebijakan harga
(pricing). Perlu adanya aturan-aturan hukum tentang kebijakan penentuan harga
yang fair disertai sanksi hukum yang jelas atas pelanggarannya. Kebijakan harga
ini akan mencegah peritel modern menjual produk dengan harga jauh lebih murah
dari pasar tradisional dan bahkan di bawah biaya produksi.
Seiring dengan adanya
beberapa indikator dalam pertumbuhan perdagangan pada tahun 2011 ini, maka,
sebagai tindaklanjut dari tahun sebelumnya, tahun ini Kemendag menetapkan
berbagai ke bijakan yang berpihak guna mendongkrak sektor perdagangan di dalam
maupun di luar negeri menjadi lebih baik lagi. Menteri Perdagangan (Mendag)
Mari Elka Pangestu mengatakan, tahun ini Kemendag akan terus meningkatkan kerja
sama dengan pihak swasta untuk memperkuat perdagangan produk dalam negeri.
“Saya yakin perdagangan produk dalam negeri positif pertumbuhannya,” tandas
Mendag.
Selama 2010 Kementerian
Perdagangan telah mengenakan bea masuk antidumping terhadap tujuh produk impor
yang dinilai diperdagangkan secara tidak adil. “Untuk mengamankan pasar dalam
negeri, telah dikenakan tindakan antidumping terhadap tujuh produk impor,” kata
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu Selain itu, untuk mengamankan pasar
dalam negeri, kemendag juga terus melakukan peningkatan pengawasan barang
beredar dan jasa. Kemendag akan terus melakukan pengawasan berkala terhadap
perdagangan 15 komoditas dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dan lima
produk jasa di 15 daerah. “Kita juga akan terus me ngawasai secara ketat dalam
pendistribusian gula, bahan berbahaya dan minuman beralkohol,” tandas Mendag.
Lebih lanjut, Kemendag
bekerjasama dengan BPOM akan memastikan bahwa label berbahasa Indonesia untuk
produk-produk pangan, kosmetik, dan produk-produk non pangan yang telah
ditetapkan di lapangan harus dapat terpenuhi. “Semua itu kita lakukan sebagai
upaya Kemendag dalam memberikan pelindungan terhadap konsumen. Dengan melakukan
perlidungan ini, secara otomatis kita juga telah mengamankan pedagangan di
dalam negeri. Sejumlah produk luar harus memenuhi syarat seperti syarat-syarat
yang yang dipenuhi oleh produk di dalam negeri sebelum diperdagangkan,” jelas
Mendag. Agaknya, dengan sejumlah kebijakan yang telah dilakukan oleh Kemendag
tersebut, maka pada 2010, produk dalam negeri boleh dibilang masih mampu
menguasai pasar di berbagai pusat perbelanjaan atau mal yang tersebar di Tanah
Air. Penguasaan pangsa pasar produk dalam negeri tersebut di perkirakan hingga
mencapai 80%.
“Tahun ini, penguasaan
pangsa pasar produk domestik tersebut harus lebih kita tingkatkan. Artinya,
tidak hanya dari segi kuantitas, tapi juga kualitas produknya. Untuk itu, pusat
perbelanjaan hendaknya lebih banyak berperan lagi dalam mendukung kampanye 100%
cinta Indonesia yang digiatkan oleh pemerintah saat ini” ungkap Dirjen PDN
Gunaryo. Selain itu, Dirjen PDN Gunaryo juga mengatakan selama ini keberdaan
produk dalam negeri di pusat perbelanjaan dari segi nilai memang cukup besar.
Namun, Kemendag berharap produk dalam negeri di berbagai pusat belanja di tanah
air lebih banyak lagi dan lebih berkualitas. “Daya saing produk-produk nasional
atas produk luar negeri semakin menunjukkan peningkatan di tahun 2010. Untuk
itu, semua pihak harus terus mendorong dalam meningkatkan daya saing berbagai
produk kita,” tutup Dirjen PDN Gunaryo. (mon/berbagai sumber).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar